
Ketika ia pertama kali diperkenalkan ke publik sekitar 5 tahun yang lalu lewat sebuah teaser yang cukup efektif untuk menarik perhatian, banyak gamer yang sempat mengira bahwa ia adalah game teranyar dari Hideo Kojima dan Kojima Productions, terutama karena desain karakter yang ia usung. Namun begitu teaser penuh misteri tersebut ditutup dengan nama Capcom, RE Engine, dan konfirmasi nama – PRAGMATA yang akan ia usung, ada rasa penasaran yang kian kuat membara di hati banyak gamer. Sayangnya, hype tersebut harus diikuti dengan kekecewaan.
Apa pasal? Karena alih-alih memanfaatkan momentum yang ada, Capcom justru lebih banyak bungkam ketika bicara soal PRAGMATA. Rilis yang sempat direncanakan akan terjadi di tahun tertentu terus tertunda tanpa ada penampakan apapun yang bisa menimbulkan setidaknya sedikit rasa optimisme. Banyak gamer yang khawatir bahwa PRAGMATA akan berubah menjadi kasus Deep Down yang baru dari Capcom. Untuk Anda yang tidak familiar, Deep Down merupakan game fantasi yang sempat dipamerkan Capcom untuk menemani rilis Playstation 4 sebelum ia tenggelam dan “mati” tanpa alasan yang jelas.
Untungnya, semua ketakutan dan kekhawatiran tersebut sedikit terkikis ketika kami berujung berkesempatan untuk menjajal PRAGMATA secara langsung berkat undangan Capcom Asia Tenggara di event Thailand Game Show 2025 x Gamescom 2025 minggu lalu. Demo yang berdurasi sekitar 15 menit ini memberikan gambaran lebih jelas soal apa yang hendak ditawarkan Capcom di PRAGMATA.
Retas dan Tembak

Bercerita soal seorang karakter bernama Hugh yang terdampar di markas bulan yang kini dipenuhi dengan robot-robot yang justru mengancam manusia alih-alih membantu tugas mereka, ia justru menemukan sebuah android imut bernama Diana. Dengan asal-usul yang misterius, Diana yang terus “hinggap” di punggung Hugh ini ternyata punya fungsi yang lebih keren lagi.
Menyebut PRAGMATA sebagai sebuah game third person shooter dengan twist sepertinya bukan sesuatu yang keliru. Seperti game third person shooter pada umumnya, Anda harus menghancurkan musuh di depan mata Anda dengan bidikan dan tembakan ragam senjata yang ada. Hugh sendiri akan dipersenjatai dengan satu handgun yang punya peluru dengan sistem cooldown, sehingga tidak mungkin habis.
Selamat proses eksplorasi, ia juga akan menemukan beberapa senjata tambahan seperti shotgun hingga plasma pelambat misalnya yang masing-masing akan hadir dengan jumlah peluru yang terbatas. Begitu habis? Alh-alih bertahan di inventory, ia akan dihitung bak item. Hugh akan otomatis membuang senjata-senjata ekstra tanpa peluru tersebut, membuka slot kosong untuk Anda isi kembali dengan senjata lain yang Anda temukan. Konsepnya mirip dengan game-game shooter arcade lawas alih-alih sesuatu yang mirip dengan game survival horror misalnya.
Lantas yang membuatnya berbeda? Adalah fakta bahwa Hugh sendiri tidak akan cukup efektif untuk membunuh robot-robot ini dengan cepat. Di sinilah, Diana akan beraksi.
Ketika proses bidik dilakukan, Anda akan dihadapkan pada dua opsi aksi real-time untuk dipilih. Anda bisa langsung menembak sang target musuh untuk damage yang tidak seberapa atau Anda bisa “menyelesaikan” puzzle hacking milik Diana yang akan secara otomatis muncul dan tertempel di bagian kanan layar permainan Anda.
Konsep hacking ini sendiri hadir super sederhana. Dengan menggunakan bagian tombol kontroler untuk bergerak, Anda harus menggeser pointer yang Anda menuju ke sebuah node berwarna hijau yang akan menunjukkan bahwa proses hacking selesai. Begitu selesai, “armor” dari musuh robot yang Anda temui, dari yang kecil hingga boss sekalipun akan terbuka. Di momen inilah, Anda akan bisa memasukkan tembakan Anda dengan damage yang lebih mematikan. Anda juga berkesempatan untuk mengeksploitasi titik kelemahan tiap robot, dari kepala hingga baterai di punggung, untuk damage yang lebih besar.
Selama proses hacking tersebut, Anda juga akan mendapati beragam node berbeda yang mengisi kotak puzzle milik Diana tersebut. Node-node ini bisa Anda posisikan sebagai buff, dimana untuk setiap node yang Anda lewati, Anda akan mendapatkan fungsi atau keuntungan tertentu bergantung pada node yang ada. Ia bisa berujung menghasilkan damage tambahan setelah proses hack atau debuff seperti menurunkan armor musuh misalnya. Diana juga akan dibekali dengan serangan Ultimate yang akan otomatis merontokkan armor musuh dalam kurun waktu tertentu yang membutuhkan resource tertentu untuk dieksekusi.

Yang menarik? Seperti halnya sistem senjata milik Hugh, beberapa node hacking milik Diana ini juga diposisikan sebagai item yang terbatas. Ini berarti, selama proses eksplorasi, Anda akan menemukan node-node ragam efek yang akan secara otomatis terpasang ke dalam papan jika memang berada di inventory Anda, dengan jumlah pemakaian yang tentu terbatas. Tenang saja, Anda selalu punya opsi untuk melewatkan node-node berharga ini di papan jika Anda misalnya berencana untuk menyimpan dan menggunakannya di saat yang genting, seperti saat melawan boss misalnya.
Sisanya, Anda akan memainkan PRAGMATA layaknya game action kebanyakan. Sang protagonis – Hugh akan dibekali dengan beberapa manuver gerakan seperti evade dan hover saat melompat, yang akan menguras sebuah bar stamina tertentu sehingga tidak bisa dieksekusi secara terus-menerus. Dari hasil uji singkat kami, PRAGMATA sayangnya tidak memiliki sistem “witch-time” ala game Platinum di dalamnya. Ini berarti, tidak ada keuntungan strategis untuk melakukan evade di timing super ketat serangan musuh misalnya. Tenang saja, animasi serangan musuh, pola, hingga jangkauan tembakan AOE mereka juga diinformasikan dengan sangat baik di sini.
Namun yang cukup mengejutkan, bahwa terlepas dari trailer yang ada, Hugh ternyata bukan karakter yang diposisikan sebagai “astronot” yang berat seperti Isaac Clarke di Dead Space, misalnya. Di luar desian yang ia usung, Hugh ternyata hadir sebagai karakter yang ringan dengan animasi luwes, dari sekadar berlari, melompat, hingga melakukan aksi hover. Ancaman tidak akan datang dari kebutuhan untuk menambahkan berat dan perlambatan karakter sebagai faktor yang harus Anda pikirkan saat menghindar misalnya. Sekali lagi, ini adalah game action shooter, bukan survival horror.
Sesi demo singkat yang kami jajajl sayangnya tidak memberikan gambaran yang cukup soal sisi eksplorasi seperti apa yang bisa kita antisipasi dari versi finalnya. Tidak ada gambaran apakah kita akan punya sistem misi sampingan dan sejenisnya, walaupun ada indikasi kuat bahwa akan ada jalur-jalur alternatif yang menjanjikan reward sepadan seperti penambahan slot permanen untuk item penyembuh misalnya. Puzzle berbasis runtut dan observasi yang mengandalkan kemampuan hacking Diana juga tampaknya akan jadi salah satu ujung tombak untuk variasi gameplay.

Maka kombinasi-kombinasi ini menghasilkan game third person shooter yang belum pernah kami rasakan sebelumnya. Ada keseruan untuk terus bergonta-ganti fokus, dari proses hacking ke bidik dan tembak titik kelemahan musuh untuk aksi serang efektif sembari memastikan bahwa Anda tidak berada di jangkauan atau pola serangan yang ada. Hugh akan dibekali dengan item healing yang terbatas sementara Diana akan diposisikan sebagai unit yang kebal, setidaknya dari versi demo yang kami jajal. Kedua karakter ini jelas dihitung sebagai satu unit karakter.

