IGDX 2025: Memahami Cara Kerja Indonesia Game Rating System (IGRS)!

IGDX 2025: Memahami Cara Kerja Indonesia Game Rating System (IGRS)!

Author picture
Author picture

Ada dua hal yang paling menyeramkan bagi gamer di Indonesia. Pertama, melihat dan mengetahui bahwa game yang ia incar ternyata tidak memiliki kebijakan region pricing sama sekali dan menuntut untuk dibeli di harga 1/3 atau 1/4 gaji bulanan. Kedua? Ketika pemerintah mulai mengambil rangkaian kebijakan yang mereka anggap akan berkontribusi positif namun justru menjadi sebuah bumerang mematikan yang siap untuk mempersulit hobi yang kita cintai. Kekhawatiran inilah yang sepertinya sempat menghantui gamer-gamer di Indonesia saat kita bicara soal Indonesian Game Rating Sistem atau IGRS.

Setelah digodok untuk waktu yang sangat lama, di event IGDX 2025 yang juga kami hadiri, KOMDIGI alias Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia akhirnya secara resmi meluncurkan IGRS dengan misi utama untuk melindungi generasi muda. Misinya mulia, memastikan bahwa anak-anak tidak mencicipi video game yang masih belum cocok mereka nikmati, yang tentu saja berpotensi berpengaruh pada kondisi psikologis mereka.

Bagi gamer-gamer Indonesia, gebrakan yang satu ini justru membuat cemas. Ada ketakutan bahwa sistem rating ini nantinya akan ditangani oleh orang-orang tidak berkompeten yang sama sekali tidak mengerti video game. Ada yang khawatir ini akan menjadi ruang korupsi baru dimana publisher akan diminta untuk membayar sejumlah uang agar bisa masuk ke pasar Indonesia. Ada pula yang cemas bahwa jumlah tim kecil yang ditangani oleh KOMDIGI ini tidak akan bisa menilai dengan objektif puluhan ribu game yang tersedia tiap tahunnya dengan jumlah ratusan hingga ribuan bisa meluncur tiap minggunya.

Berangkat dengan kekhawatiran yang sama, kami berkesempatan untuk bertemu dan berbincang dengan tim IGRS untuk memahami cara kerjanya. Berita baiknya? Alih-alih boomer buta teknologi, mereka diisi oleh anak-anak muda yang jelas memahami bagaimana cara sistem kerja rating umur video game di luar seperti CERO dan ESRB bekerja. Walaupun ada beberapa keputusan yang tidak kami setujui.

Bagaimana Rating Diberikan?

Tenang saja, KOMDIGI tidak cukup gila untuk membuat tim kecil IGRS ini memainkan, menilai, dan memberikan rating umur untuk setiap game yang dirilis ke pasaran. Lantas bagaimana rating umur IGRS akan diberikan?

IGRS akan berkolaborasi dan terintegrasi dengan sistem rating umur internasional yang disusun oleh orang-orang ESRB bernama IARC (International Age Rating Coalition) yang saat ini memang sudah melibatkan begitu banyak platform. Rating umur yang sudah ditentukan oleh IARC sendiri akan langsung diintegrasikan dan disesuaikan dengan rating umur ala IGRS di setiap produk, yang saat ini misalnya, sudah bekerjasama erat dengan Playstation.

Sementara untuk platform yang belum melibatkan IARC seperti Steam dari Valve misalnya, IGRS akan langsung berkolaborasi dengan Valve untuk mengintegrasikan sistem umur dari Steam itu sendiri ke dalam IGRS. Tim KOMDIGI mengaku bahwa untuk bagian yang satu ini, mereka masih berupaya dan berdiskusi dengan intens dengan sang pemilik platform.

Tentu saja IGRS juga memberikan kesempatan bagi publisher atau developer game untuk langsung mendaftarkan game mereka secara langsung. Menariknya? Tim penilai dari IGRS tidak akan langsung berujung menilainya dengan langsung memainkan game tersebut. Atas nama prinsip rasa percaya, mereka akan menilainya hanya dari video gameplay yang akan disediakan oleh publisher / developer.

Ini juga akan mencegah bocornya informasi si game lebih awal untuk skenario lebih buruk. Setelah game dirilis, tim akan melakukan evaluasi ulang jika ditemukan atau disuarakan soal masalah ketidakcocokan rating umur.

Apakah Berbayar?

IGRS sama sekali tidak berbayar. Game-game yang mengintegrasikan rating IGRS akan bisa melakukannya secara cuma-cuma lewat kedua cara yang kita bicarakan sebelumnya.

Bagaimana dengan konten LGBTQ+?

IGRS akan mengikuti peraturan pemerintahan Republik Indonesia yang memang tidak mengatur soal hubungan homoseksual. Yang akan dinilai dari IGRS adalah seberapa eksplisit hubungan romansa yang dipamerkan, yang akan diperlakukan setara dengan hubungan heteroseksual. Sebagai contoh? Jika ada adegan ciuman bibir, baik sekadar menyentuh atau benar-benar intens, terlepas dari apakah ia memamerkan hubungan homoseksual atau heteroseksual, game tersebut akan otomatis mendapatkan rating 18+ di IGRS.

Bagaimana dengan Palu Arit?

IGRS akan menyesuaikannya dengan konteks. Jika simbol palu arit yang mencerminkan komunisme tersebut muncul dan ditempatkan di sesuatu yang tidak berhubungan dengan Indonesia – sebagai contoh di bendera Uni Soviet pada saat Anda bermain Red Alert misalnya, maka ia tidak akan diperlakukan istimewa dan si game akan tetap dinilai dari sisi konten. Namun jika ia secara eksplisit terjadi di Indonesia, dengan eksplisit menyebut “Partai Komunis indonesia”, maka game tersebut akan otomatis masuk dalam rating RC – Refused Classification alias ditolak rilis.

Bagaimana dengan Penghinaan Terhadap Simbol Agama?

Game-game yang secara sengaja menghina simbol agama tertentu akan bisa dikategorikan sebagai RC alias Refused Classification mengingat ia memang menyalahi hukum dan peraturan di Indonesia.

Bagaimana dengan Game Gacha?

IGRS akan punya dua standar untuk mengkategorisasikan game gacha. Semua game gacha yang tidak menyertakan persentase peluang untuk setiap bannernya akan langsung otomatis masuk ke dalam rating 18+ dengan klasifikasi “Gambling Simulation”.

Sementara game gacha yang sudah membuka informasi soal probabilitas banner akan mendapatkan rating umur sesuai dengan konten lain yang ia tawarkan.

Bagaimana dengan Belahan Dada?

IGRS akan mengkategorikan game-game dengan karakter wanita yang memamerkan belahan dada sebagai game 18+.

Bagaimana dengan Ketelanjangan?

Tim IGRS yang kami wawancarai menegaskan bahwa di titik ini, tidak ada toleransi untuk konten ketelanjangan. Definisi “ketelanjangan” di sini tidak hanya terbatas pada game-game yang secara eksplisit memamerkan alat vital seperti penis, vagina, atau payudara saja tetapi juga yang punya implikasi bahwa si karakter tidak mengenakan sehelai pakaian pun.

Kami sempat memamerkan kepada tim IGRS soal adegan berendam karakter utama Ghost of Yotei – Atsu di permandian air panas yang memperlihatkan sedikit belahan pantat selama beberapa detik dan mendapatkan konfirmasi bahwa ini tetap dihitung sebagai ketelanjangan dan akan dilarang untuk dirilis. Belahan pantat Atsu masuk dalam kategori RC = Refused Classification, alias dilarang rilis di Indonesia.

Apakah Game yang Mendapatkan Rating RC Akan Langsung Mati Kutu?

Tim IGRS memastikan tidak demikian. Begitu game mendapatkan rating RC dan ditolak rilis, publisher dan developer tetap diperkenankan untuk mengubah konten yang dianggap sebagai sumber masalah, melewati proses penilaian lagi, dan akhirnya dirilis di Indonesia jika sudah mengikuti standar IGRS.

Apakah Ada Rating AO (Adult Only)?

IGRS tidak akan memiliki rating AO alias Adult Only untuk mengkategorikan game-game yang berada di atas kualifikasi 18+. Ini berarti semua game yang memuat konten yang melanggar regulasi pemerintah Republik Indonesia,  ketelanjangan, pornografi, hingga judi (dimana game memungkinkan Anda untuk melakukan cash-out uang nyata) akan langsung dikategorikan sebagai RC atau Refused Classification alias ditolak rilis.

Maka di atas adalah ragam gambaran pengkategorian IGRS yang kalau dipikirkan dan dibandingkan dengan badan rating umur negara lain, tidaklah seburuk yang kita takutkan. Lewat diskusi dan pertanyaan yang kami lemparkan pada tim yang bertanggung jawab, yang berisikan anak-anak muda, kami juga tidak ragu untuk memberikan testimoni bahwa mereka paham jelas soal badan rating umur di luar negeri dan konsep terkaitnya di industri game.

Kami pribadi sebenarnya masih merasa bahwa IGRS perlu melonggarkan sedikit requirement mereka untuk rating “RC” hanya karena masalah ketelanjangan saja, dimana belahan pantat Atsu yang muncul sepersekian detik saja sudah dianggap memenuhi pengkategorian tersebut.

Karena mau tidak mau harus diakui, penyelenggaraan badan rating dengan sistem seperti ini masih terasa begitu timpang ketika kita memerhatikan platform penyedia film seperti Netflix yang sepertinya masih leluasa untuk melemparkan hal yang sama tanpa banyak dipasung oleh regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sementara di sisi lain, video game, hobi kita dan sekaligus industri yang baru hendak terbang dan maju, lagi-lagi menjadi target untuk regulasi tidak longgar yang baru. Ini sedikit mengecewakan.

Author picture
Editor in Chief
Pladidus sudah berkecimpung selama 14 tahun di industri media game Indonesia dan selalu bersemangat untuk merekomendasikan Suikoden II kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja.

Next Post

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Latest

Level Up Your Gaming News!

Subscribe for the latest gaming news and updates.

Share this website