Review Assassin’s Creed Shadows: Darah di Atas Sakura!
Page 4

Review Assassin’s Creed Shadows: Darah di Atas Sakura!

Author picture
Author picture

Animus Hub yang Tak Berkontribusi Apapun

Menjadi seri petama yang mengaplikasikan konsep Animus Hub kami bisa menyimpulkan bahwa fitur ini tidak berkontribusi apapun pada pengalaman yang ada

Jika Anda mengikuti berita terkait Assassin’s Creed selama beberapa tahun terakhir ini, maka Anda sepertinya tidak akan asing lagi dengan konsep Assassin’s Creed Infinity yang sempat hendak didorong oleh Ubisoft. Intinya, bukan sebuah seri game, ia akan jadi sejenis hub yang akan melebur semua seri Assassin’s Creed yang Anda kenal di satu ruang yang sama. Konsep ini kemudian berubah nama menjadi Animus Hub dan untuk pertama kalinya diimplementasikan dalam sistem terintegrasi bersama dengan Assassin’s Creed Shadows.

Satu yang cukup mengejutkan kami, kehadiran Animus Hub ini juga sepertinya mempengaruhi pendekatan cerita futuristik yang kita kenal selama ini. Kehadirannya seolah mengubah pendekatan cerita yang kini diposisisikan meta, dimana lewat Animus Hub, Anda lah yang mengakses memori dan sejarah yang ditawarkan oleh Assassin’s Creed Shadows itu sendiri. Oleh karena itu, representasi konsep futuristik Anda di dalam game pada saat review ini ditulis, tidak memiliki nama, bentuk, ataupun motivasi yang jelas. Alih-alih sesuatu yang kami rayakan, kami cukup kecewa dengan pendekatan baru ini. Kami lebih senang dengan konsep cerita konservatif yang sebelumya terikat pada sosok Desmond dan Layla Hassan.

Anda bisa menyederhanakannya sebagai Battle Pass dengan sistem misi yang ditawarkan dalam bentuk mingguan untuk mendorongnya
Sepertinya sangat jelas bahwa sistem ini didesain untuk mendorong dua hal data engagement dan potensi microtransactions itu saja

Animus Hub yang terintegrasi di dalam Shadows saat ini bisa disederhankan sebagai konsep “Battle Pass” cuma-cuma yang bisa dinikmati gamer. Jelas bahwa konsep ini diintegrasikan dan didorong untuk menjual angka “engagement” yang nantinya bisa dipamerkan Ubisoft untuk Shadows. Battle Pass ini memuat ragam konten reward, dari sekadar kosmetik hingga equipment di tingkat kelangkaan tinggi yang bisa Anda kejar. Maka mengikuti konsep layaknya battle pass seharusnya, akan ada misi yang bisa Anda selesaikan untuk mendorong level Battle Pass ini dengan proses refresh yang terjadi satu minggu sekali. Misi-misi yang disebut sebagai “Anomalies” ini datang sederhana, dari sekadar meminta Anda mencuri loot tertentu hingga memenangkan sebuah turnamen yang memuat banyak pertarungan 1v1.

Menikmati apa yang ditawarkan Animus Hub saat ini, kami harus berdiri di pihak yang melihat fitur tambahan ini sebagai sesuatu yang non-esensial. Sangatlah jelas apa yang berusaha didorong Ubisoft dengan fitur yang satu ini dengan kontribusi yang terhitung minim untuk membuat gameplay atau cerita Anda berujung lebih seru atau menyenangkan. Apalagi di titik pada saat review ini ditulis, ada kesan bahwa Ubisoft “menahan” porsi cerita tanpa konklusi final yang definitif dengan spekulasi kami bahwa ia akan ditambahkan di kemudian hari selayaknya game live-service. Dugaan yang kami harapkan berujung keliru atau ia akan menambahkan lapisan kekecewaan yang lain.

Kesimpulan

review for assassin's creed shadows ps5
Ubisoft berhasil melakukan sesuatu yang istimewa dengan keputusan dan pemilihan era feudal Jepang untuk Assassins Creed Shadows Walaupun jelas ia tetap berdiri di atas desain inti loop gameplay yang sangat familiar mereka jelas tidak menyia nyiakan kesempatan untuk mempresentasikan sebuah era Jepang yang tidak hanya indah tetapi juga brutal di atasnya Bahwa di tengah keindahan gugurnya kelopak kelopak bunga sakura yang ada sebuah sungai darah mengalir kencang di tengah

Dari apa yang mereka tawarkan di titik ini, Assasssin’s Creed Shadows sepertinya akan memenuhi apa yang diinginkan oleh para fans Assassin’s Creed yang selama ini meminta Ubisoft untuk mengeksplorasi era feudal Jepang.

Datang dengan presentasi visual dan audio yang begitu indah dan potret sejarah yang lumayan akurat seperti dominasi penggunaan Teppo daripada romantisasi katana, ia terlihat memesona. Fokus yang lumayan intens pada potret budaya juga jadi testimoni bahwa kontroversi yang beredar selama ini berujung tidak banyak terbukti.

Namun harus diakui, di antara semua hal baru yang hendak didorong Ubisoft, dari sistem dua karakter hingga sistem Scouts yang lebih esensial, Shadows tetap dibangun di atas pondasi desain Assassin’s Creed yang sudah kelewat familiar tanpa inovasi yang benar-benar signifikan. Ia kemudian dibalut dengan konten yang bahkan di mata kami, sudah terhitung eksesif alih-alih seimbang. Menemukan bahwa selalu ada banyak target yang Anda bunuh ketika memasuki area baru mungkin membuat beberapa gamer bahagia, namun tidak bagi kami yang merasa Ubisoft butuh belajar menahan diri.

Namun tentu saja, tidak sempurna. Selain keluhan-keluhan kecil seperti sistem Scouts yang berujung merepotkan seiring dengan progress cerita Anda atau konsep Animus Hub yang tidak banyak berkontribusi pada nilai AC Shadows itu sendiri, game ini juga masih dipenuhi dengan ragam bug yang menyebalkan.

Walaupun kami paham bahwa skala dunia super luas ini tentu memuat konsekuensi tersendiri, namun menemukan situasi dimana Anda harus beberapa kali harus melakukan restart game hanya untuk mendorong progress bisa berujung menjengkelkan. Kami bahkan menemukan sebuah situasi dimana sebegitu mematikannya Yasuke kami hingga kami berhasil “menghabisi” sebuah boss yang seharusnya butuh 3 fase dalam 2 fase. Hasilnya? Benar sekali, bug yang menuntut kami melawan boss yang sama kembali namun kini ekstra menahan diri.

Namun di luar kelemahan tersebut, Ubisoft berhasil melakukan sesuatu yang istimewa dengan keputusan dan pemilihan era feudal Jepang untuk Assassin’s Creed Shadows. Walaupun jelas ia tetap berdiri di atas desain inti loop gameplay yang sangat familiar, mereka jelas tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mempresentasikan sebuah era Jepang yang tidak hanya indah, tetapi juga brutal di atasnya. Bahwa di tengah keindahan gugurnya kelopak-kelopak bunga sakura yang ada, sebuah sungai darah mengalir kencang di tengah.

Kelebihan

Setiap sudut Jepang yang ditawarkan Ubisoft di sini akan membuat mata Anda termanjakan
  • Jepang yang berhasil digambarkan indah dan memukau tanpa proses dramatisasi berlebihan
  • Implementasi sistem tata cahaya memukau bahkan di versi dasar Playstation 5 sekalipun
  • Sistem dua karakter yang benar-benar menawarkan gaya gameplay berbeda
  • Fokus cukup intens pada budaya yang diperlakukan cukup hati-hati
  • Aksi stealth dan bertarung terbuka yang diakomodasi dengan asyik
  • Hub terbaru memfasilitasi otak kreatif yang ingin membangun kompleks yang indah
  • Pohon skill didesain rapi untuk memastikan gamer bisa memilih prioritas gaya bermain
  • Akurasi sejarah dimana Teppo (senjata api) mendominasi alih-alih romantisasi pertarungan hanya pedang
  • Brutalitas digambarkan eksplisit, terutama saat Anda bertarung sebagai Yasuke
  • Beberapa misi sampingan punya cerita gelap dan mistis yang fantastis
  • Sistem potong akurat yang terlihat seperti gimmick namun ternyata bisa dioptimalkan untuk skenario tertentu

Kekurangan

Cerita utama yang ia usung terutama konflik antara Assassin dan Templar berujung tak sekuat yang kami inginkan
  • Cerita utama dan cerita modern tidak semenarik dan sekuat yang dibayangkan
  • Kehadiran Animus Hub sama sekali tidak memberikan kontribusi apapun pada pengalaman yang ada
  • Mencari lokasi misi dengan Scouts bisa berujung menjengkelkan
  • Formula tetap berpijak pada desain inti game Assassin’s Creed yang sudah terasa familiar
  • Bug yang bisa menahan progress masih ditemukan
  • Sistem Ally yang tidak terasa terlalu esensial untuk digunakan
  • Balancing pohon skill di end-game dimana Naoe bisa berujung lebih mematikan daripada Yasuke, namun tidak sebaliknya
  • Jumlah “konten” dan target pembunuhan yang bisa berujung membuat Anda kelabakan.

Direkomendasikan untuk gamer: yang mencintai game dengan konsep feudal Jepang, tidak berkeberatan dengan formula standar Assassin’s Creed

Tidak direkomendasikan untuk gamer: yang benar-benar mengharapkan sesuatu yang revolusioner untuk sebuah game Assassin’s Creed, punya ADHD dan mudah terdistraksi oleh printilan misi dan point of interests

author avatar
Pladidus Santoso
Pladidus sudah berkecimpung selama 14 tahun di industri media game Indonesia dan selalu bersemangat untuk merekomendasikan Suikoden II kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja.
Author picture
Editor in Chief
Pladidus sudah berkecimpung selama 14 tahun di industri media game Indonesia dan selalu bersemangat untuk merekomendasikan Suikoden II kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja.

Next Post

3 Responses

  1. Pertama kali baca review mu di web yang ini, masih suka as always gaya penulisan & gaya reviewnya. Keren bang

  2. Wah pantes udah gak update di JP, ternyata mas Plad udah ada media sendiri, big congrats! Ditunggu update2 artikel terbarunya mas

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Latest

Level Up Your Gaming News!

Subscribe for the latest gaming news and updates.

Share this website