Dilema Meta

Hideo Kojima adalah seorang kreator game yang punya gaya uniknya sendiri. Ada sesuatu yang selalu menjadi ciri khas dti setiap seri game yang ia racik, dari Metal Gear Solid, Zone of the Enders, hingga sang seri pertama Death Stranding. Kita bicara dari cerita kompleks dengan twist yang sangat bisa dininikmati, lelucon dinding keempat, pendekatan kamera sinematik yang tak kalah dengann film Hollywood budget tinggi, stealth yang terakomodasi, hingga pilihan musik yang asyik. Semua kombinasi tersebut bisa Anda dapatkan di Death Stranding 2: On the Beach ini. Ia masih jadi game yang “sangat Kojima” sekali.
Namun harus diakui, ada kalanya batas video game sebagai produk kreatifnya dan proyeksi dari apa yang tengah ia suka menjadi sebegitu kaburnya hingga ia mulai masuk dalam batas keanehan yang sulit untuk ditoleransi.
Dibandingkan dengan sang seri pertamanya, Death Stranding 2 hadir dengan “identitas Kojima” yang lebih kuat. Ada sebuah dilema yang kami sukai dan tidak kami sukai di sana. Mengapa? Karena kentara bahwa di luar cerita utama yang memang solid dan tidak terpengaruh dari apa yang kami keluhkan di sini, ada perasaan yang lebih kuat bahwa Kojima berujung “mendorong” semua hal yang ia sukai di dunia nyata ke Death Stranding 2 tanpa mempertimbangkan apakah ia rasional atau tidak. Kami mengerti bahwa ini adalah dunia dan ceritanya, hanya sensasi absurd tersebut sulit dikesampingkan.
Ada yang berbuah manis, seperti kesempatan untuk mengenal band baru, musik mereka yang asyik, hingga tampilan para anggota ban mereka yang dijadikan sebagai cameo di dalam shelter. Ada pula yang fantastis seperti pemilihan George Miller sebagai model karakter untuk Tarman yang ternyata dieksekusi dengan baik oleh Kojima yang selama ini melihatnya sebagai “mentornya” untuk urusan film sinematik. Ada pula kombinasi-kombinasi elemen dari kegilaan pemikiran yang membuat banyak kegilaan dan keanehan di Death Stranding 2, dari narasi – konflik hingga resolusi yang mungkin akan membuat opini terpecah belah.
Namun ada juga yang di mata kami berujung blunder, seperti kehadiran Vtuber – Usada Pekora di sini. Sebagai seorang gamer yang mencintai Hololive dan Vtubers, konfirmasi kehadiran Usada Pekora di Death Stranding 2 adalah berita menbahagiakan yang kami sambut dengan baik. Namun begitu berhadapan dengan cara Kojima mengeksekusinya, jelas bahwa ada fanatisme yang tidak bisa ia bendung di sana sebagai seorang Nousagi – sebutan untuk penggemar Pekora.
Karena tidak lagi seperti para cameo di shelter lain, yang paling mentok bisa menyediakan lebih banyak musik racikan mereka jika mereka musisi, apa yang didorong Kojima dengan Pekora terasa datang dari preferensi pribadinya sebagai seorang Kojima dan bukan dari pertimbangan matang apakah ia rasional atau tidak dari sisi dunia Death Stranding 2 itu sendiri.
Pekora menjadi satu-satunya karakter berbahasa Jepang (tanpa dub) di sini yang secara ajaib bisa dipahami Sam. Ia jadi satu-satunya karakter yang menyediakan wallpaper untuk Anda pasang di private room Anda. Ia juga menawarkan kepada Anda sebuah topi dengan efek buff yang terlalu penting untuk tidak Anda kenakan atas nama gameplay.
Namun sebagai konsekuensinya? Selain bentuk topi yang absurd, Sam akan secara konsisten mengeluarkan semua slogan terkait Nousagi, dari mengakhiri kalimat dengan kata “Peko!” sampai mengganti kalimat sapaannya menjadi “Otsupeko!” saat Anda menekan touchpad bagian tengah misalnya. Lebih parahnya lagi? Mengingat model karakter dan semua pakaiannya tetap akan hadir di cut-scene real-time, bayangkan betapa canggung dan anehnya situasi dimana kami harus menikmati performa fantastis Troy Baker sebagai Higgs saat ia mendekat dan mengancam Sam yang memang tengah marah, namun menggunakan topi Pekora yang imut tersebut.


Kami masih menghargai upayan lelucon dinding keempat yang ditawarkan oleh Kojima selama ini, dari aksi membaca save data card Konami dari Psycho Mantis, cameo-nya sendiri sebagai karakter yang diselamatkan di Metal Gear, hingga aksi Sam yang mengamuk jika Anda melihat ke arah selangkangannya terlalu lama Di mata kami, sesuai konteks, semua elemen ini hadir tanpa mencederai dunia dimana ia berda. Apa yang kami lihat dan rasakan di Death Stranding 2, khususnya untuk kehadiran Pekora di sini, adalah kecemasan bahwa “ke-meta-an” ini kini punya ruang untuk melebur dimana Kojima tidak lagi bisa membedakan apa yang ia sukai secara personal dan apa yang masuk akal untuk dunia yang ia bangun.
Namun tentu saja, ia tidak lantas mengurangi kejeniusan Hideo Kojima dan kerennya desain mecha Yoji Shinkawa yang memang jelas menjadi homage untuk karya lawas mereka di masa lalu. Bahkan, percaya atau tidak, Anda mungkin bisa menebak cerita yang ditawarkan seri kedua ini jika Anda cukup peka dan mawas soal teaser yang sempat dilempar Kojima untuk sang seri pertama sejak tahun 2019 yang lalu.
Kesimpulan

Dengan presentasi visual dan audio yang memesona, Death Stranding 2 hadir bak perbaikan dan penyempurnaan dari Death Stranding pertama dari begitu banyak elemen. Perbaikan dan penambahan fitur ini setidaknya berhasil melakukan satu hal – membuat game kurir dengan aksi antar-mengantarnya ini menjadi sebuah game action yang jauh lebih bisa dinikmati dan bebas rasa frustrasi. Jelas bahwa bersama dengan cerita penuh plot-twist yang juga dieksekusi manis dan bergerak maju, Kojima memberikan ruang besar bagi gamer untuk lebih bersenang-senang dengannya, yang juga ia ekspresikan dengan begitu banyak keputusan absurd yang uniknya bisa tumbuh menjadi daya tarik tersendiri di balik kegilaan yang ada.
Walaupun demikian, Death Stranding 2 tetap tidak bisa dibilang sempurna terlepas dari pengalaman yang jauh lebih baik dari semua sisi lini. Seperti yang kami bicarakan di atas, ada ketakutan bahwa keputusan kreatif yang diambil oleh Kojima di sini mulai rasa seperti sebuah obsesi alih-alih sesuatu yang rasional dari sisi dunia dan cerita Death Stranding 2 itu sendiri, terlepas dari fakta apakah ia hanya sekadar cameo atau karakter pendukung saja. Sementara dari sisi gameplay, kami sendiri cukup puas dengan semua yang ia usung di sini. Walaupun harus diakui, ada perasaan tidak puas saat melihat beberapa cut-scene yang seharusnya bisa seru jika bisa dicicipi secara interaktif berujung sekadar lewat secara pasif saja.
Namun di luar kekurangan tersebut, Death Stranding 2: On the Beach adalah salah satu game terkeren yang pernah kami cicipi, baik dari sekadar detail visual, desain karakter, cerita, penyempurnaan gameplay, animasi, sampai hal-hal gila yang mungkin akan terasa canggung di game lain namun berujung natural di sini. Ini mungkin bukan karya terbaik Kojima di 40 tahun karirnya. Namun Anda bisa merasakan jelas, bahwa ini jadi seri dimana ia menggila dan bersenang-senang dengan energi kreatifnya. Sesuatu yang juga akan terpancar di pengalaman yang Anda rasakan nantii.
Kelebihan

- Desain lingkungan, karakter, hingga mecha yang memanjakan mata
- Cut-scene dengan animasi dan pendekatan sinematik yang memesona
- Tambahan fitur dan QOL yang pantas diapresiasi
- Keseluruhan pengalaman yang lebih bebas rasa frustrasi dibandingkan sang seri pertama
- Cerita dengan twist yang fun
- Pilihan musik yang kembali memanjakan telinga
- Performa Troy Baker sebagai Higgs yang fantastis
Kekurangan

- Pilihan konten yang bisa terasa seperti obsesi personal alih-alih sesuatu yang rasional
- Ada beberapa scene yang butuh jadi pengalaman interaktif alih-alih pasif
Direkomendasikan untuk: gamer yang mencintai keanehan dan kegilaan Kojima, sempat menolak Death Stranding pertama karena pacing dan rasa frustrasi
Tidak direkomendasikan untuk: gamer yang menginginkan game open-world dengan segudang aktivitas, sudah lelah menjadi kurir di dunia nyata