KoKangGaming: Wawancara dengan Jason Connell (Creative Director – Ghost of Yotei)

KoKangGaming: Wawancara dengan Jason Connell (Creative Director – Ghost of Yotei)

Author picture
Author picture

Ghost of Yotei adalah penyempurnaan hampir dari semua elemen yang sempat ditawarkan oleh Ghost of Tsushima di luar fakta, bahwa ia adalah sebuah game open-world yang memesona di banyak aspek. Kisah balas dendam yang mengitari protagonis utama baru – Atsu berhasil menjadi sebuah cerita yang benar-benar terasa intim dan emosional, lebih dari kisah megah Sakai yang lebih diposisikan bak pahlawan karena misinya untuk menyelamatkan pulau yang ia cintai. Kombinasi ini membuat Ghost of Yotei hadir sebagai sebuah pencapaian yang pantas untuk dirayakan dari Sucker Punch itu sendiri.

Kami berkesempatan untuk duduk dan menggali lebihn banyak insight dari seorang Jason Connell – Creative Director dari Ghost of Yotei untuk mendiskusikan begitu banyak hal, dari konsep, proses kratif, hingga elemen lebih detail soal keputusan yang mereka ambil terkait suku asli utara Jepang – Ainu, misalnya.

Konsep “Ghost”

Terlepas dair dua seri berbeda dengan cerita, konflik, dan setting yang berbeda pula, kedua game terbaru Sucker Punch berbagi satu benang merah konsep yang sama – Ghost. Jika di Tsuhima konsep ini didefinisikan sebagai seorang Assassin, maka di Yotei, ia berujung merpresentasikan kengerian Atsu yang sempat menyandang status Onryo – alias roh balas dendam.

Connell menyebut bahwa kesamaan antara keduanya tidak berhenti sampai di sana. Kedua karakter ini juga dimulai sebagai karakter manusia yang dianggap remeh, terutama oleh lawan-lawannya. Selain konsep tersebut. Sementara dari sisi cerita, keduanya juga berbagi satu momen yang mirip satu sama lain. Bahwa ada titik dimana Sakai ataupun Atsu berada dalam posisi “tewas” dalam kiasan dan menemukan jalannya untuk hidup kembali. Seperti layaknya, hantu.

Ambisi untuk Meminimalisir HUD

Ghost of Tsushima adalah sebuah game yang indah, ia jadi fakta yang tidak tebantahkan. Namun untuk proyek pertama tersebut, Connell menyebut bahwa mereka masih merasa butuh untuk menyuntikkan HUD atas nama membantu player, seperti “kompas” yang terletak di bagian atas layar misalnya.

Konsep dimana alam kini sepenuhnya menjadi penunjuk jalan eksplorasi Anda didorong Sucker Punch dengan lebih kuat di Ghost of Yotei ini. Tidak hanya konsep angin yang kembali, tetapi kini juga dengan jalur bunga yang tidak hanya mempercepat lari kuda Atsu, tetapi juga seringkali membawanya ke lokasi tertentu.

Mereka juga menghabiskan banyak waktu untuk mendesain beragam lokasi di tepi horizon untuk memancing tasa pensaran Anda. Bahkan percaya atau tidak, sinar matahari yang menembus awan yang tebal sekalipun didesain sedemikian rupa untuk memalingkan wajah Anda ke lokasi yang mungkin menarik. Kesemuanya dicapai tanpa melibatkan UI sama sekali.

Ghost of Yotei Harus Terasa Seperti “Kesinambungan”, Tetapi Juga Baru Di Saat Yang Sama

Untuk memastikan bahwa Yotei yang notabene menghadirkan karakter, lokasi, dan cerita yang baru tetap terasa seperti sebuah “kesinambungan” dari Ghost of Tsushima sembari tetap terasa baru, Connell menyebut bahwa proses desain tersebut sudah dimulai sejak awal dengan menentukan apa saja elemen-elemen yang ingin meeka bawa dan pertahankan dari Tsushima ke Yotei.

Elemen-elemen tersebut berujung beberapa hal, dari sensasi pertarungan melee yang intens dan presisi, gaya film samurai yang tetap kental, hingga keterlibatan konsultan budaya untuk cita rasa otentik yang tepat. Dari elemen-elemen besar dan super penting  ini, mereka kemudian baru memutuskan kemana langkah selanjutnya, yang berujung menjadi lokasi. Adalah film Unforgiven (Yurusarezaru Mono) yang membuat mereka akhirnya memilih Hokkaido.

Dari sana, mereka baru membangun kira-kira cerita apa yang akan cocok dengan lokasi dan timeline waktu yang sudah mereka tentukan sebelumnya.

Spiritualitas yang Intim

Connell mengaku dibandingkan dengan apa yang sempat mereka tawarkan dengan Tsushima, kisah yang didorong Yotei memang dibangun lebih intim. Bahwa ini akan jadi sebuah cerita yang dalam dan personal, dimana ia akan memuat begitu banyak trauma dan beban. Bahwa terlapas dari kemampuan tarung Atsu yang fantastis, gamer akan paham bahwa masalah yang ia hadapi lebih dari itu. Ia bahkan menyangkut soal keinginan untuk hidup hingga kepercayaan.

Connell juga yakin bahwa Ghost of Yotei punya banyak elemen dimana gamer akan membangun koneksinya sendiri. Beberapa mungkin mencintai kebebasan yang ditawarkan game ini, yang lain mungkin membangun koneksi lewat salah satu figur suku Ainu yang berperan tak ubahnya figur ibu untuk Atsu, sementara ada juga yang mungkin mendapatkan hal tersebut dari sosok serigala yang dibangun paralel dengan sosok Atsu tersebut. Ia berharap koneksi tersebut akan mampu dirasakan banyak gamer dari sisi cerita tersebut.

Stance vs Variasi Senjata

Konsep dasar sistem pertarungan antara Tsushima dan Yotei memang familiar dengan sedikit perbedaaan. Jika Sakai dipersenjatai dengan hanya Katana namun memiliki stance yang berbeda, Atsu kini punya varian senjata untuk dioptimalkan. Namun pada akhirnya, seperti sistem gunting-batu-kertas, keduanya berbagi fungsi serupa – menggunakan senjata paling efektif untuk menghabisi musuh yang ada secepat mungkin.

Keputusan untuk menghadirkan konsp varian sejnata ini disebut Conell terjadi karena beberapa alasan. Pertama, karena Jepang memang punya banyak senjata keren. Kedua? Karena ini adalah sesuatu yang sering digaungkan oleh fans Tsushima, bahwa mereka ingin senjata yang lain. Connell bahkan mengaku bahwa varian senjata ini hampir mereka implementasikan untuk Tsushima, namun berujung batal karena keterbatasan waktu kala itu.

Atsu juga secara lore,disebut Connell, lebih rasional untuk menggunakan lebih banyak varian senjata dan berimprovisaasi dengan aksi lempar senjata misalnya mengingat  ia tidak terikat pada aturan-aturan yang masih betahan di dalam jati diri Jin Sakai.

Kebebasan vs Cerita Linear

Connell menyebut bahwa kedua konsep ini bagaikan air dan minyak: kebebasan dan kebutuhan untuk menyajikan cerita linear yang kuat. Jika mereka menawarkan terlalu banyak kebebasan, sisi cerita utama akan tercedeeri, sementara jika mereka terlalu berfokus pada cerira utama, maka sisi kebebasan tersebut akan terasa kian terikat.

Untuk memastikan kedua elemen ini berujung seimbang, mereka terus melakukan uji coba selama proses penngembangna untuk mendapatkan titik yang mereka rasa mampu mengakomodadsi keduanya. Bagi gamer-gamer yang mencintai kebebasan, mereka memastikan area yang paling sering dieksplorasi untuk punya lebih banyak misi dan aktivitas sampingan.

Sementara untuk  memotivasi mereka tanpa tetasa memaksa, Sucker Punch menggunakan sistem clue untuk memberi tahu dan menginformasikan soal kira-kira hal penting seperti apa yang bisa dikejar oleh player. Jika mereka memutuskan untuk mengabaikannya, tetap tidak ada konsekuensi yang menemani. Ghost of Yotei dibangun untuk memfasilitasi pacing bermain player yang berbeda-beda, baik yang mengejar cerita atauun sisi open-world-nya.

Representasi Ainu

Dengan timelie dan setting Ezo yang ia usung, maka tentu menjadi sesuatu yang natural bagi Ghost of Yotei untuk memasukkan suku asli utara Jepang – Ainu yang sayangnya memang berbagi sejarah yang kelam saat kita bicara soal Jepang itu sendiri. Kehaadiran mereka tentu saja memicu beragam harapan dan spekulasi soal Ghost of Yotei, terutama soal apakah suku Ainu ini akan ikut bertarung bersama dengan Atsu atau tidak. Atau apakah konfliknya melawan klan Matsumae juga akan disajikan secara eksplisit atau tidak.

Connell menyebut bahwa Sucker Punch bekerjasama erat dengan konsultan suku Ainu itu sendiri. Ia mengaku bahwa di awal, mereka benar-benar tidak punya pengetahuan apapun soal suku ini. Mengingat seberapa penting peran Ainu di dalam sejarah Hokkaido, Sucker Punch paham betul pentingnya untuk memahami perspektif dan perasaan suku Ainu soal bagaimana mereka ingin direpresentasikan di Ghost of Yotei. Mereka paham soal misi dan konteks Ghost of Yotei itu sendiri.

Ia menyebut bahwa apa yang Anda dapatkan dan tidak dapatkan soal suku Ainu di Ghost of Yotei merupakan hasil bimbingan dan feedback erat langsung dari suku Ainu sendiri. Hasilnya menurut Connell adalah sesuatu yang bisa ia banggakan karena keberhasilan Ghost of Yotei untuk melibatkan mereka dengan penuh rasa hormat. Sementar untuk urusan budaya, Ainu punya pola pakaian personal yang berhasil mereka bawa ke dalam game dan menjadi bagian dari pakaian di sana. Ini adalah satu dari sedikit pendekatan benar-benar otentik alih-alih fantasi yang ditawarkan Sucker Punch untuk Ghost of Yotei.

Ghost of Yotei sendiri rencananya akan dirilis pada tanggal 2 Oktober 2025 mendatang untuk Playstation 5.

Author picture
Editor in Chief
Pladidus sudah berkecimpung selama 14 tahun di industri media game Indonesia dan selalu bersemangat untuk merekomendasikan Suikoden II kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja.

Next Post

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Latest

Level Up Your Gaming News!

Subscribe for the latest gaming news and updates.

Share this website